Saya sengaja menaruh rak koleksi buku2 saja di mushola kecil dalam rumah, supaya setelah
selesai sholat saya bisa memandanginya. Ada kenikmatan tersendiri melihat koleksi buku2 itu.
Karena tiap2 buku yang ada mengandung kenangan tersendiri dan inspirasi yang baik langsung
maupun tidak langsung ikut mewarnai dinamika hidup saya. Ketika masih SMA, saya begitu menyukai buku2 sastra. Karya2 Kahlil Gibran, Umar Kayam, Marah Rusli, Ronggowarsito, Pramodya Ananta Toer bahkan cerita klasik Oidipus sampai Antigone banyak mengisi hari2 remaja saya. Yang akhirnya menyeret saya untuk masuk kedalam dunia Teater di sekolah tempat saya belajar. Setelah itu saya berkenalan dengan karya2 Emha Ainun Najib, Gus Dur, WS Rendra, Danarto dan lain sebagainya yang membuat saya semakin tergila-gila dengan dunia Teater. Apalagi Emha atau Cak Nun, dengan gaya penulisannya yang sangat Njawani, banyak memberi petuah hidup dalam diri saya tentang falsafah jaman edan; "Saiki jaman'e jaman edan, sopo sing ora edan ora keduman, tapi sak begja2ne wong sing edan luwih begja wong kang eling lan waspodo (Ronggowarsito)" diuraikan oleh Cak Nun dengan sangat sederhana sehingga mudah memahaminya. Sayang hanya satu bukunya Cak Nun yang selamat tersimpan di rak saya sampai sekarang, "Slilit Sang Kyai"
Memasuki masa kuliah, kepala saya dirasuki oleh pemikiran2 liar ala kaum sosialis idealisme. Orang2 seperti Che Guavara, Karl Max, Tan Malaka, Soekarno bahkan Budiman Sudjatmiko membuat saya tidak hanya mengoleksi bukunya saja, bahkan kaos, bagde atau stiker pun ikut saya pajang dan saya pakai kemana2, walaupun kadang sedikit ngeri juga kalo ketauan aparat orde baru. Tapi dasar anak muda, otak saya tidak berpikir sejauh itu, bahkan semakin bangga
ketika di cap beraliran progressive revolusioner. Tetapi masa kuliah saya adalah masa paling revolusioner dalam hidup saya. Dimana perubahan terjadi demikian cepatnya dalam setiap episode hidup saya masa itu. Gaya hidup mandiri yang sudah biasa saya jalani membuat saya
mencoba berbagai macam bentuk usaha demi menyambung hidup. Mulai dari dagang stiker, bikin sablon kecil2an, jaga warnet, jadi volunteer di LSM, jualan handycraft, bikin event
organizer apapun sudah pernah saya coba. Dan hampir 90% upaya saya tersebut hanya seumur
jagung. Kebanyakan bangkrut karena tidak dikelola dengan baik, terlalu berani mengambil
resiko dan kas habis untuk belanja hal2 yang tidak prioritas. Kondisi tersebut membuat saya
lunglai. Apalagi saya sudah berkorban cukup banyak, termasuk menunda kuliah saya. Sampai
akhirnya saya ketemu Buku 50 Usahawan Tahan Banting karya Rheinald Kasali. Waah, kayak motor yang barusan di Tune Up, saya begitu termotivasi membaca buku itu. Beberapa bulan kemudian setelah menghimpun energi kembali dan menata hati, saya menghimpun teman2 kuliah saya yang akhirnya berdirilah sebuah perusahaan kecil2an ala mahasiswa yang bergerak di bidang Software Production House, yang akhirnya menjadi cikal bakal perusahaan saya saat ini.
Tetapi tentunya saya bisa begitu bukan semata2 hanya karena sebuah buku saja. Masih banyak
hal lain yang ikut menjadi penentu dalam menentukan platform bisnis saya. Kebetulan untuk
sekarang ini rak buku saya hampir sebagian besar didominasi buku2 agama. Mungkin karena
masih begitu rendahnya ilmu agama saya sambil saya terus menjalani masa2 hijrah. Semoga
Allah membimbing saya dan memberi kekuatan dalam membangun bisnis yang barokah. Amin
28.12.05
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Saya terkesan dengan semangat bapak yang mau untuk berubah...
Sebenarnya saya juga sedang berada dalam tahap yang dulu pernah bapak alami...
Saya akan mencoba membaca buku tersebut sebagai referensi...
semoga saya juga dapat terinspirasi...Amin
Dulu saya tidak menyukai buku sastra, terutama puisi. Saya pikir sains lebih berguna, tapi ternyata saya salah. Saya mendapat banyak juga pelajaran hidup dari karya sastra :-) Sains tanpa seni apalah daya.
Post a Comment