We are "The Fighter" family

We are "The Fighter" family
Alamat kami : Jl. Pahlawan Revolusi, Komplek Aggaran No. 12, Pondok Bambu, Jakarta Timur. Tlp rumah : 021 - 86603637

8.6.08

Road to Paris, ending story

Tempat2 asyik lainnya yang sempat kami kunjungi adalah :
- Plasa de La Concorde, Monumen Batu Menhir yang dibawa langsung dari Mesir waktu Napoleon berhasil menaklukkannya. Disini juga tempat Raja Louis XIV dan istrinya Ratu Antoinette di pancung pada saat peristiwa Revolusi Perancis terjadi.
- Boulevard Saint Germany dan Boulevard Saint Mitchel. Tempat kongkow2nya anak2 muda Paris
- Gereja Notredamm, pasti sudah sering mendengar "The Hunchback from Notredamm" atau Si Bungkuk dari Notredamm, novel legendaris karya Victor Hugo yang sempat dibuatkan filmnya.
- Juga kami berkunjung ke apartement sahabat kami tersayang, Shello and her cool husband Mark, serta sang putra mahkota Heiko di Suburban. Kota kecil diluar kota Paris, yang berjarak sekitar satu setengah jam perjalanan dari Paris. Yaah, kayak dari Jakarta ke Cikampek lah. From the deep of our heart, thanks to you guys for all of your kindness...
- Minum secangkir coklat panas di depan Pompidue. Gedung seni pertunjukan tempat berkumpulnya seniman2 yang trendy2 dan gaya. Yaaah, kalau disini kayak di TIM (Taman Ismail Marzuki)
- Galery La Fayyette, pusat perbelanjaan di Paris. Disana Mall disebut Galery. Mungkin ini kali ya yang menginspirasi nama Galery Mall di Jogjakarta. La Fayyette adalah nama Jenderal Perancis yang membantu Revolusi Amerika yang menyatukan Amerika Utara dan Selatan yang pada saat itu sedang berperang dalam sebuah perang panjang yang disebut "Civil War". Nama Civil War ini menginspirasi Gun's N Roses untuk membuat sebuah lagu berjudul "Civil War". Setelah itu Amerika bersatu menjadi United States of America yang terdiri dari negara2 bagian di Utara dan Selatan dibawah kepemimpinan presiden pertama Amerika, Jenderal Besar George Washington.
- Toko Pusatnya Louis Vuitton, iihhh jijay ah masuk toko ini barang2nya produk gagal semua. Maksudnya gagal dibeli...
- Terakhir, tempat yang akan mengantarkan kami pulang, Airport Charles De Gaulle. Pak De Gaulle ini adalah Jenderal Perancis yang memimpin perang gerilya rakyat Perancis yang akhirnya berhasil merebut kembali Perancis dari tangan Hitler atas dukungan teman2 dari Sekutu.

Sambil menghirup nafas panjang, konsentrasi, fokuskan pikiran dan berkhusnudzon kepada ALLAH, saya, istri dan Aisyah putri kami berucap lirih bersama saat akan berangkat pulang ke Indonesia, "Perancis, kami pasti kembali..."


Toko Pusat Louis Vuitton, awas ya nanti aku
ngontrak buka toko disampingmu mas


Coklat panas gratis (ditraktir S----o hehehe)
di Pompidue


Sarapan pagi roti panjang bersama Shello's family,
(apa ya kenyang perutnya...liat tuh ;))


Nglirik nglirik, kalau berani kirim surat dong...


Jalansutra, Paris
Abdul Rahman Hantiar

Road to Paris, on funny story

Hari selanjutnya jalan2 terasa lebih menyenangkan, waktu lebih banyak, badan sudah agak segar karena dendam tidur sudah terbalaskan, dagangan Alhamdulillah laris uang saku jadi lebih banyak hehehe...

Demi memuaskan jiwa petualangan kami, kali ini kami berangkat dari rumah Pak Des yang terletak di daerah D'Issy dengan menggunakan metro bawah tanah, moda transportasi umum Perancis yang cukup aman, nyaman dan cepat. Berbekal peta kereta yang kami dapatkan di loket peron tempat beli tiket metro kamipun berpetualangan di belantara Paris dengan KRL ala Perancis. Meskipun ada peta, kami cukup bingung juga dan sedikit kesasar2 untuk bisa sampai di Kantor KBRI. Maklumlah, Paris kan kota besar, lagipula bangunannya hampir sama semua. Untunglah kemampuan bahasa Perancis istri saya cukup bisa diandalkan, jadi masih bisa tanya2 arah dan jalan yang benar. Kalau kita tanya dalam bahasa Inggris, bisa dipastikan 90% pertanyaan kita tak akan terjawab, wong mereka itu gak mudeng boso Inggris. Menurut cerita sih ada rivalitas antara Inggris dan Perancis ini. Dari penelusuran saya, rivalitas ini bermula dari kekalahan Napoleon (satu2nya pemimpin Perancis yang memakai gelar Kaisar) dalam peperangan melawan Inggris di Waterloo, atau terkenal dengan nama Pertempuran Waterloo. Setelah kalah perang, Napoleon ditawan pihak Inggris dan diasingkan disebuah pulau kecil di sekitar semenanjung Bearing yang akhirnya Napoleon memilih mati dengan menenggak racun arsenik. Setelah jasad Napoleon dikembalikan mulailah merebak sentimen anti Inggris di Perancis, sampai sekarang. Mungkin rivalitas ini sama dengan rivalitas ala Sunda dan Jawa, setelah terjadinya tragedi Perang Bubat antara Majapahit dan Sunda Galuh (Pajajaran) membuat Sunda mengibarkan bendera sentimen kepada Jawa. Ini bisa dilihat jejaknya dari tidak adanya nama Jalan Majapahit, Gajah Mada atau Hayam Wuruk di Bandung sampai sekarang. Hmmm...sebuah rivalitas yang membabi buta. Kalau di Bogor saya tidak tahu, mungkin ada nama2 itu, karena Bogor dulu termasuk dalam wilayah kerajaan Sunda Pakuan, kerajaan di wilayah Jawa Barat yang sudah masuk dalam wilayah teritori Majapahit. Kembali ke...Paris.

Selesai acara bisnis meeting, saya satu paket bersama anak istri dan Pak Darmawan (Kepala BKPMD NTB) mencoba menelusuri kota Paris dengan berjalan kaki. Kebetulan letak kantor KBRI berada di tengah kota, sehingga tidak jauh dari tempat2 asyik Kota Paris. Tujuan pertama kami adalah Trocadero. Sebuah tempat seperti balai kota yang berhadapan langsung dengan Menara Eiffel. Di Trocadero ini kami mencoba naik bus tingkat terbuka yang berkeliling keseluruh tempat wisata di Kota Paris. Harga tiket untuk satu orang sebesar 25 Euro. Menurut saya sih murah, karena daripada kita naik taksi atau naik kereta, bus terbuka ini sudah bisa menjelajahi seluruh tempat2 penting yang ada. Praktis udah langsung sekali jalan.

Setelah mencoba bus terbuka, ditengah terik panas matahari kamipun makan malam (kikikikik lucu ya, makan malam kok panas2). Agak susah juga bagi kami cari makanan di Paris ini, karena ada 2 tantangan yang harus kami lewati. Tantangan tersebut adalah, pertama kami harus cari makanan yang jelas halal, tantangan kedua makanan halal tersebut harus makanan yang kami doyan. Maklumlah, puluhan tahun perut ini hanya sreg dengan mahluk yang namanya nasi. Alhamdulillah, makanan yang kami cari akhirnya dapat juga, makanan halal dari Turki. Sepiring kentang campur semak2, ditambah daging kebab dan sepotong roti gandum. Ternyata meskipun tanpa nasi, saya gak kuat makan sampai habis wong makanan sebanyak ini pantasnya buat 3 orang. Makanya orang bule itu besar2, udah makannya banyak, berkualitas lagi.

Keesokan harinya, kami peserta festival dijamu benar oleh KBRI. Disewakan satu bus gratis khusus untuk city tour dan jalan2 muter2 kota Paris. Tujuan pertama, pasti...EIFFEL. Disini kami sempat makan siang di taman persis dibawah Eiffel. Saya liat dikanan kiri banyak sekali yang makan siang sambil lesehan ditaman2. Tapi bedanya, mereka makan roti panjang2, kami makan nasi kotak sambal goreng teri dan lauk daging. Masih enak mana hayoo...Dari Eiffel kami berjalan menyusuri Champ de Elyesses sampai di Gapura kemenangan yang dibangun Napoleon untuk menyambut pahlawan2 perang Perancis yang baru datang dari medan perang, gapura ini bernama Arc de Triomph. Pada masa Perang Dunia II, waktu Hitler menaklukkan Perancis, dia sempat berorasi diatas mimbar tepat persis dibawah Arc de Triomph, mungkin sebagai simbol bahwa Hitler telah meraih kemenangan atas Perancis. Dan kemudian dilanjutkan dengan parade kekuatan tentara Nazi disepanjang jalan Champ de Elyesses dimana itu adalah parade terbesar kekuatan tentara Nazi diluar Jerman.

Dari Arc de Triomph, kami meluncur ke tempat yang sangat kami idam2kan, MUSEUM LOUVRE. Museum yang menyimpan lukisan paling terkenal sepanjang sejarah karya asli Leonardo Da Vinci, MONALISA...Wah kalau saya suruh cerita tentang Museum Louvre ini saya nyerah deh, jari2 saya gak kuat ngetik lagi saking betapa luar biasa buanyaknya kesan yang saya dapatkan (menurut saya lho) di museum ini. Maklum, saya dan istri termasuk orang2 yang hobby sejarah dan museum, dan konon menurut info dari teman yang sudah kesini sebelumnya, kalau kita berdiri di depan obyek yang dipamerkan di Louvre selama 3 menit, maka dibutuhkan waktu selama 2 bulan untuk bisa melihat keseluruhan obyek yang berada di Louvre, itu saking buanyaknya obyek yang dipamerkan di Louvre ini. Semuanya dikumpulkan sejak jamannya Raja Louis kesepuluh atau kira2 sejak 300 ratus tahun yang lalu. Itulah bedanya Raja2 Eropa dengan Raja2 Nusantara. Saking maniaknya mereka sama seni dan kebudayaan segala yang berbau antik dikumpulkan, dibuatkan istana untuk dijadikan museumnya dan dijaga dirawat sampai berpuluh2 generasi. Kalau Raja2 kita, segala yang berbau cantik dan harum dikumpulkan, dibuatkan keputren untuk istirahatnya dan mana mungkin diwariskan. Kalau ditanya raja tetangganya, "Mas, istri sampeyan ada berapa?" Dengan bangga sambil terkekeh dia menjawab, "Baru 103 tuh, hehehehehe...."

Akhirnya realita menarik yang saya jumpai di Perancis ini adalah, museum lebih rame dan antri2 daripada di Mall. Kita kapan tuh? "Nanti kalau di museum udah banyak yang cantik2 dan wangi seperti di Mall2, hehehehehe" jawab sang Raja Nusantara...


Kapan stroller anak saya bisa melenggang
bebas di KRL Jakarta ya...


Saya lupa namanya, tapi ini isinya kentang goreng, semak2,
daging kebab dan roti gandum, 100% halal


Sssttt jangan bilang2, habis naik bus
terbuka ini saya masuk angin



Museum Louvre, kok semua keterangan obyekmu
berbahasa Perancis thoo, padahal pengunjungmu
kan dari seantero dunia


Jalansutra, Paris
Abdul Rahman Hantiar

Road to Paris, on leisure story

Perjalanan kami ke Perancis dalam rangka pameran tentu tidak kami lewatkan untuk jalan2 menikmati keindahan dan tempat2 wisata di kota Paris. Di hari pertama pada saat saya diajak nonton Muslim Expo oleh dua orang teman Perancis saya diajak untuk mampir sholat di masjid besarnya Paris yang juga berfungsi sebagai Islamic Center. Masjid ini terletak di tengah2 kota Paris dan dibangun oleh tentara Aljazair yang terkena wajib militer dari pemerintah Perancis pada masa Perang Dunia ke dua. Pada awalnya bangunan ini bukan bangunan masjid seperti yang kita bayangkan, bahkan hanya berupa sebuah rumah seperti gudang. Tetapi lambat laun, seiring perkembangan Islam di Perancis, bangunan ini pun mulai dirombak, dan sekarang benar2 tampak seperti masjid, dengan arsitektur bergaya Maghribi. Satu fenomena menarik yang saya temui, bahwa dimasjid ini banyak sekali turis yang datang, kebanyakan mereka dari Eropa dan sekitarnya. Jadi waktu saya masuk, ternyata takmir masjidnya menyediakan semacam guide yang mendampingi dan menerangkan tentang fungsi masjid dan agama Islam secara umum kepada pengunjung yang datang. Menurut teman saya, di Eropa ini meskipun Islamophobia gencar, tetapi sebenarnya perkembangan Islam lebih gencar lagi, dan itu berasal dari keingintahuan masyarakat Eropa akan Islam, dan ketika mereka tahu setelah belajar banyak tentang Islam, kebanyakan mereka kembali dalam pelukan Dienul Islam. Sayang selama di Perancis, istri saya belum mencicipi sholat di masjid besar Paris ini. Tapi itu malah menjadi cambuk baginya, bahwa suatu saat nanti kita pasti kembali...

Sore harinya setelah saya kembali ke KBRI, istri saya mengajak jalan2 menyusuri sungai Shein sambil menikmati pemandangan menara Eiffel. Oiya, di Perancis ini matahari tenggelam pukul 10 malam. Jadi meskipun kami bilang sore hari (sekitar jam 18-19 malam) suasananya terang benderang dan matahari masih panas. Baru ketika mulai masuk jam 21 senja mulai temaram. Kadang kondisi ini melenakan, kami pikir masih siang tapi ternyata sudah cukup larut bagi kita di Jakarta, jadi badan capek tapi tidak terasa, karena perasaan masih siang aja. Yang lucu kalau kita kerestoran, bilangnya mau dinner (makan malam) tapi suasananya lunch. Ya sudahlah, bagi kita kalau mau makan dalam keadaan Paris sudah malam itu berarti "menthong" atau sahur kali ya....hehehe. Selesai kami menyusuri sungai Shein, kami menyempatkan berfoto di monumen Diana, yang berada tepat persis diatas terowongan tempat Lady Diana dan kekasih gelapnya mati kecelakaan. Konon, ketika polisi forensik memeriksa mayat Mas Dody Alfayed, didompetnya ditemukan secarik kertas berisi sebait puisi cantik untuk sang Lady, berikut kutipan puisinya :

"Diana"

"Digunung tinggi kutemui
Gadis manis putri paman petani Inggris
Cantik menarik menawan hati, Diana namanya manja sekali"

"Waktu aku mengikat janji
Kubelikan cincin bermata jeli
Tapi apa yang kualami, paman petani Inggris marah ku dibenci"

"Diana, Diana kekasihku
Bilang pada orangtuamu
Cincin yang bermata jeli itu, tanda cinta kasih sayangku"

Made in the city of love, Paris, only for my Lady
by Dody Alfayed, monggooooo...


Monumen Lady Diana, tepat diatas terowongan tempat
dia tewas kecelakaan


Masjid Besar Paris dengan gaya Maghribi, tampak depan


Mimi lan mintuno, bergaya khas Batik Indonesia
ditepi sungai Shein, berlatar Eiffel


Jalansutra, Paris
Abdul Rahman Hantiar

4.6.08

Road to Paris, on bussiness happy story

Situasi hari kedua lebih menyenangkan. Pengunjung lebih banyak dari hari pertama, dan panitia nampaknya sudah lebih bisa mengatur situasi, sehingga arus pengunjung bisa mengalir, tidak semrawut seperti hari pertama. Pengunjung ada yang dibagi untuk menonton pertunjukan tari2an, ada yang makan menikmati hidangan kuliner Indonesia dan ada juga yang digiring naik keatas berbelanja produk2 Indonesia. Dan acara Festival Indonesia ini memang benar2 sukses. Saya lihat sebagian besar teman2 pedagang berwajah cerah berbinar2 semua, dan barang2 yang dipajangpun sudah sekitar 70% habis. Begitu juga dengan kami. Baju2 batik yang dibawa istri saya laris manis, begitu juga dengan handycraft batik milik saya sudah tinggal yang kecil2 saja. Di hari kedua inipun saya dan istri sudah santai dagangnya. Ada orang dilayani, gak ada orang ditinggal pergi jalan2 liat pertunjukkan budaya atau makan bareng bule2 yang penasaran dengan menu Indonesia. Kami sendiri sempat mencoba bakso yang dijual di belakang, waktu mau bayar kami tanya harganya, tau berapa ? Satu mangkok 5 Euro, 1 Euro = 14.500 Rupiah, jadi harga satu mangkok bakso sama dengan 72.500 rupiah, mantaaab. Gitu saya beli dua lagi, total yang saya bayar untuk dua mangkok bakso berarti sama dengan 145.000 rupiah, muaaantaab...

Hari ketiga masih dalam rangkaian Festival Indonesia acara adalah bussiness meeting dengan pengusaha Perancis. Acara ini diarrange panitia untuk membantu pengusaha2 Indonesia mendapatkan buyer atau partner yang bisa meningkatkan pengembangan usaha yang bersangkutan. Formatnya langsung one to one meeting, jadi panitia menyediakan meja, dimana masing2 pengusaha dari Indonesia menempatkan sampel2 produknya, kemudian para pengusaha Perancis yang datang bisa langsung memilih dengan siapa mereka ingin meeting dan langsung menjalin sinergi diantara mereka. Sebelum bussiness meeting dimulai, kami mendapatkan pembekalan oleh Bapak2 pejabat Indonesia yang memberikan masukan dan arahan kepada kami para pengusaha. Pembekalan ini diberikan langsung oleh :

- Bapak Hari Prawoko, Atase Perdagangan KBRI Perancis
- Bapak Maruli, Wakil Dubes
- Bapak Lubis, Deputi BKPM
- Bapak Bahrul, Kepala BPEN
- Bapak Des Alwi, Kepala Fungsi Ekonomi KBRI Perancis

Selama di Perancis, kebetulan saya dan keluarga menginap di rumah Bp. Des Alwi. Banyak sekali hal yang bisa saya dapatkan dari Pak Des, sharing2 beliau tentang pasar Perancis dan Eropa (karena sebelum tugas di Paris, beliau bertugas di KBRI Inggris), tentang potensi produk2 Indonesia disana, dan yang paling penting Pak Des sudah menyatakan komitmennya untuk membantu pengusaha2 Indonesia yang ingin mengembangkan pasar di sana. Menurut saya Pak Des adalah pejabat yang baik dan hebat, beliau sangat low profile dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan mencarikan solusi bagi masalah2 yang dialami oleh pengusaha kita. Selain itu Pak Des Alwi adalah sosok kepala keluarga teladan, beliau memiliki keluarga yang sangat hangat dan perhatian sekali. Sungguh suatu kehormatan yang besar sekali bagi kami sampai bisa menginap dan mengenal dekat keluarga Pak Des Alwi, pejabat no. 3 di KBRI setelah Pak Dubes dan Pak Wakil Dubes.

Yang paling istimewa adalah saat kami bertemu dengan Pak Jeff, beliau adalah staff lokal KBRI (orang Perancis) yang juga memiliki usaha butik di Paris. Waktu bertemu istri saya, mereka sempat sharing banyak tentang dunia fashion. Kalau masalah ini, istri saya sangat paham sekali, apalagi istri saya pernah kuliah di Interstudi selama 3 tahun, jadi cocoklah. Mungkin karena merasa senang bisa sharing dengan istri saya, Pak Jeff memberi kami hadiah yang menurut kami luar biasa. Dengan santainya Pak Jeff memberi istri saya mal pola baju2 dari Crhistian Dion, asli. Wah ini harta karun, mana mungkin kami bisa dapat mal pola baju2 Dior asli yang setelah jadi baju bisa berharga jutaan per bajunya kalau tidak karena kebaikan Pak Jeff. Dan yang lebih menggembirakan lagi, Pak Jeff punya buuuanyaak sekali mal pola baju2 Dior ini dan dia bilang sama istri saya, kalau kamu butuh lagi saya bisa kirimkan ke kealamatmu di Indonesia, bujubuneeeng mantabnyaaaa... Saya gak tau dari mana dia bisa dapat yang asli, tapi karena dia hidup di Paris dan punya butik, mungkin dia punya akses langsung ke desainer2 ternama dunia. Dan kata Pak Jeff tidak setiap butik di Paris bisa dapat seperti yang dia punya...walah walah mimpi apaaa kami ini....dapat mal pola baju, tinggal tempel di kain, gunting, jahit terus jual, yang itu semua karya langsung dari Christian Dior...ALLAHU AKBAARRR !!!


Suasana Festival Kuliner Indonesia di halaman belakang KBRI


Laris manis tanjung kimpul...


Dari Ki - Ka, Pak Hari, Pak Maruli, Pak Lubis,
Pak Bahrul dan Pak Des Alwi


Di tengah kehangatan keluarga Pak Des Alwi


Bersama dengan Christian "Pak Jeff" Dior


Paris, 12 & 13 Mei 2008
Abdul Rahman Hantiar

Road to Paris, on bussiness story

Setelah acara ceremony pembukaan festival Indonesia yang ditandai dengan pemukulan gong oleh Pak Wakil Dubes dibuka, pengunjung mulai beredar. Posisi kami ada dilantai 2, jadi perlu naik tangga dulu sebelum para pengunjung bisa melihat barang2 kami. Setelah masuk KBRI, pengunjung memang diarahkan untuk melihat pertunjukkan budaya Indonesia dan mencicipi hidangan kuliner Indonesia di halaman belakang KBRI, baru setelah kenyang dan terhibur pengunjung naik kelantai 2 melihat pameran produk2 Indonesia yang kami jual. Diharapkan setelah kenyang dan hatinya senang karena terhibur, pengunjung jadi lebih mudah memborong barang2 kami. Pembeli pertama barang saya adalah sepasang suami istri yang sudah sepuh. Oiya, bicara masalah kemesraan, orang Perancis jangan ditanya, saya telah beberapa kali bertemu dengan pasangan sepuh Perancis dan gaya mereka luar biasa, bicara masih mesra, gandengan tangan, yang mungkin sangat jarang saya temui di Indonesia, bahkan ada seorang Bapak oh bukan, seorang kakek mungkin, dia beli syal sutra batik istri saya, sambil membayar dia tanya kepada istri "Apa menurutmu warna yang cocok buat istri saya, itu dia ada disana" Otak dagang istri saya langsung connect "Ini saja Mbah, cocok sekali buat Mbah putri" jawab istri sambil menyodorkan syal sutra batik paling mahal yang dia punya "Oke, saya percaya kamu cu. Tapi jangan bilang2 istriku ya, aku mau bikin surprise..." Ciiyyyeeee...Sambil menerima uang istri saya melirik saya dengan lirikan penuh arti, merasa tahu artinya sayapun pura2 melirik patung ukiran bali disamping saya....

Setelah makan siang adalah saat paling membawa berkah. Pengunjung festival Indonesia ternyata benar2 membludak. Oiya, saat festival Indonesia diadakan kota Paris sebenarnya sedang libur panjang. Sebelum pameran dimulai, panitia sebenarnya ketir2 juga dengan kondisi libur panjang tersebut. Karena menurut kebiasaan orang Perancis kalau liburan apalagi musim semi, mereka selalu keluar kota, khawatirnya karena banyak yang pergi, acara pameran ini gak ada yang datang. Tapi, ternyata banyak juga yang masih stay di dalam kota. Bahkan yang stay itulah yang sedang mencari alternatif acara pengisi libur panjang mereka. Jadilah acara Festival Indonesia ini hiburan murah meriah liburan mereka sehingga pengunjung membludak, dan inilah yang membawa berkah besar bagi kami para pedagang produk2 Indonesia. Diantara ramainya pengunjung, saya melihat dua orang Perancis yang kayaknya berwajah hanif. Bahkan salah satunya memakai peci. Saya langsung yakin, pasti mereka ini muslim. Ketika sampai di meja saya tanpa ragu langsung saya ucapkan salam. Apa yang terjadi, mereka menjawab salam saya dengan pelukan sambil berkata "Welcome to Paris my brother", wah wah luar biasa sekali brotherhood antar sesama muslim di Paris ini, mungkin karena mereka minoritas jadi ikatannya lebih erat. Dari ceritanya, yang berpeci ternyata adalah seorang pengusaha. Dia biasa mencari potensi produk2 yang bisa dijual, dan ternyata dia beristrikan orang Indonesia, orang Padang tepatnya. Sedangkan yang satunya lagi adalah seorang dokter spesialis herbal dan traditional treatment. Setelah ngobrol sana sini, mereka mengajak saya lihat pameran tahunan Muslim terbesar di Perancis. Wah, ini orang baru kenal udah mau ngajak saya pergi. Saya kan baru aja datang di Perancis ini, apalagi ketika saya minta ijin istri ternyata istri saya tidak mengijinkan. Ntar kalau hilang bagaimana? Atau kalau misalnya diculik bagaimana? Apalagi hp saya tidak berfungsi disana, nanti kalau ada apa2 bagaimana koordinasinya. Tapi saya tawakkal saja, dan istripun akhirnya mengijinkan setelah saya paksa2. Kepada mereka sayapun menunjukkan sikap bersahabat tanpa sedikitpun saya tampakkan kecurigaan. Bertiga akhirnya kami berangkat ke Annual Muslim Expo terbesar di Perancis. Ternyata tempatnya diluar kota Paris. Kurang lebih satu setengah jam perjalanan.

Sampai disana, Subhanallah...luar biasa sekali perkembangan Islam di negeri Perancis ini. Saya merasa seolah2 berada di tanah abang, karena sejauh mata memandang saya melihat kaum wanitanya berjubah abaya berjilbab dan kaum prianya rata2 berpeci. Wajah mereka didominasi
wajah2 dari Maroko, Aljazair, Turki, Pakistan, Libya karena memang negara2 ini pernah menjadi jajahan Perancis, jadi mereka adalah keturunan para pendatang negeri jajahan yang sudah lama mukim turun temurun di Perancis. Barang2 yang dipamerkan pun berisi jilbab2, baju koko gamis, buku2 Islam, VCD2 Islam persis seperti yang sering kita temui di acara Islamic Expo di senayan atau di JCC Jakarta. Disana saya dikenalkan oleh banyak sekali saudara muslim Perancis, dan ketika mereka tahu saya dari Indonesia mereka sangat respect sekali. Saya baru tahu, Indonesia sangat terkenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar didunia, dan oleh mereka saya dipandang sebagai warga negara muslim yang negaranya menerapkan Islam dengan sungguh2, padahal mereka tidak tahu...cuman menang banyak doang. Di pameran ini saya juga dikenalkan dengan seorang pengusaha baju renang muslimah Hasema, sebuah brand terkenal dari Turki. Orangnya ramah dan baik sekali, dan yang membuat saya sangat surprise, esoknya dia datang ke KBRI khusus hanya untuk mencari saya. Di KBRI saya tunjukkan foto produk baju renang muslimah saya, yang ternyata membuat dia sangat exciting dan tertarik. Di akhir pertemuan kita dia berkata sama saya "We must do bussiness between us brother", Oke pak tak tungguuu...!!! Tiba2 langit menjadi penuh bintang...

Bersambung...


Mbah kung dan Mbah uti pembeli pertama kami


Ahlan wa sahlan my brother...


Annual Muslim Expo terbesar di Perancis


Bersama kita berdakwah ke seluruh dunia
mengenalkan baju renang muslimah, InsyaALLAH,
bersama ekslusif dealer Hasema di Eropa


Paris, 11 Mei 2008
Abdul Rahman Hantiar

3.6.08

Road to Paris, bon voyage

Hari pertama sampai adalah saat2 terlelah dan terindah. Bagaimana tidak
lelah, hampir 20 jam kami di perjalanan, transit 55 menit di Singapore
tepat pukul 11 tengah malam. Kemudian berhenti di Srilanka selama 1,5
jam pukul 3 pagi, kemudian transit lagi di Dubai 2 jam dipukul 7 pagi,
praktis membuat kami hampir tidak tidur sepanjang malam. Jam 9 pagi
lanjut lagi perjalanan ke Paris. Sepanjang siang tidur ayam adalah
satu2nya tidur yang menjadi hiburan kami. Mendarat di Bandara Charless
De Gaulle Paris, menjadi puncak keindahan yang bisa membunuh lelah kami sejenak. Semua pemandangan tampak baru, bangunan bandaranya, cuacanya, orang2nya yang ternyata turis semua, bahasanya, jalanannya, mobilnya yang ternyata stir kiri, Mc Donalds yang ternyata gak ada nasinya, polisi dibandara yang ternyata lebih sangar satgas FBR di gardu depan komplek rumah saya, dan yang menggembirakan adalah saya menemukan nama "Tumino" di pintu keluar bandara, sebuah nama Jawa yang pasti sangat Indonesia, akhirnya ada juga sebuah kata berbau Indonesia, Jawa malahan, setelah hampir semua keterangan di Bandara Charless De Gaulle bahasa Perancis semua. Ya, dialah Pak Tumino, pengemudi KBRI yang ditugaskan menjemput kami di Bandara. Anehnya, dia lebih fasih bahasa Perancis daripada bahasa Jawa, padahal dia menyandang nama Tumino, sebuah kata penuh budaya adiluhung yang membawa Sangkanparaning Jagad, karena berciri Jawa. Ada yang menarik tentang nama Jawa ini. Pada saat kami sedang berpameran di KBRI, ada sepasang suami istri mampir ke meja kami. Suaminya asli orang Perancis dengan gaya bule sejati, dan istrinya nampak seperti Mbak2 yang baru pulang dari - maaf - "nguri gabah" di sawah, wajahnya ndeso sekali, tapi dari segi gaya, istri saya nampak seperti satpam yang bersebelahan dengan Oscar Lawalatta si desainer yang gayanya selalu eksentrik itu. Mereka menggandeng seorang anak yang sangat bule. Sama sekali tidak unsur ndesonya seperti sang ibu, waktu saya tanya namanya, jawaban dari sang Ibu membuat saya nampak kerdil dan kayaknya harus sungkem meminta seribu maaf atas sangkaan yang mengira Mbak ini tidak nasionalis, tidak bangga terhadap budaya ndeso Indonesia kita..."Eeeee gantengnya si kecil ini, waaah bener2 nurun bapaknya semua (beruntung kau nak)...namanya siapa mbak?? Tanya saya basa basi, "Namanya Yanto mas..." jawab sang Ibu...gubraakkk...dunia menjadi penuh kabut dan mata saya berkunang2 malunyaaa.

Sampai di KBRI, tampaknya persiapan panitia sudah hampir komplit. Semua stand ternyata sudah didekor langsung oleh panitia, sehingga kami para peserta pameran tidak perlu repot2 untuk menata display (two thumbs up for all the people in Indo embassy). Padahal sepanjang perjalanan saya cukup bingung membayangkan bagaimana nanti menata display kami ya,
badan udah puegel2, barang saya ada yang besar2 seperti meja catur batik yang berukuran 1 m x 1 m, cermin2 dinding yang juga berukuran besar, sedangkan saya gak tahu medan, wah pasti repot. Bagaimana nanti menempelkannya didinding stand saya supaya cantik dan mudah diliat
orang? Nanti beli paku dimana ya? Apa ya bahasa Perancisnya paku? Di dekat KBRI ada toko bangunan gak ya?. Alhamdulillah kebingungan saya berubah menjadi lega setelah saya sampai di KBRI, semua sudah tertata dengan cantik. Tinggal barang2 istri saya saja yang belum, karena
memang kami bawa langsung di koper dari Jakarta. Tapi itu tidak sulit, cuma butuh hanger sama standing hanger, dan semuanya sudah ada disediakan oleh panitia. Sekali lagi two thumbs up for all the people in Indo embassy. Malam harinya kami seluruh peserta pameran diajak
panitia menuju Wisma Indonesia yang terletak selama 15 menit perjalanan dari KBRI. Disana kami dijamu makan malam oleh seluruh pejabat dan staf KBRI. Sayang Pak Dubes tidak hadir karena beliau sedang sakit. Jadi kami disambut oleh Pak Wakil Dubes dan Pak Dubes RI untuk Unesco. Perlu diketahui, kami sampai Paris pukul 2 siang langsung menuju KBRI,
setelah itu mandi dan ganti baju di KBRI terus langsung kerja beres2 stand dan menata barang sebentar sehingga sesuai dengan selera kami. Sampai jam 6 sore kami langsung dibawa ke Wisma Indonesia untuk dijamu makan malam, bisa kebayang kan betapa cuapek dan lelahnya kami. Apalagi saya tidak tahu kalau ternyata ada acara jamuan makan malam segala,
sehingga baju saya sebenarnya tidak pantas untuk hadir di acara resmi. Tapi sebenarnya yang paling tidak pantas adalah wajah saya dengan ditunjang mata ngantuk, rambut kucel, dan kepala pusing karena masih jetleg. Tapi kondisi ngantuk ternyata menolong saya. Setelah selesai
makan, saya melihat ada staf KBRI yang membawa baki menawarkan gelas2 minuman berwarna hitam kemerah2an. Saya kebetulan duduk disamping istri, pas dia sudah sampai didepan saya dengan sopan dia menawarkan saya minuman "Silahkan pak ...co..ca..co..rah..." Karena super ngantuk telinga saya mendengar dia menawarkan coca cola. Wah, gak nafsu mas saya lebih seneng kasur, kata saya dalam hati sambil menggelengkan kepala kepada mas yang bawa nampan tersebut. Setelah dia pergi, istri saya nyolek pinggang saya "Eh tau gak dia tadi nawarin apa?" "Coca cola kan?" jawab saya, "Oalah mas herman ngantuk, dia tadi nawarin anggur merah alias wine tau !""He?" Alhamdulillah, ngantuk saya menyelamatkan saya dari minuman khamar - Semoga Bapak Ibu di KBRI bisa mengurangi atau bahkan menghapus konsumsi makanan atau minuman yang dilarang oleh agama, sehingga keberkahan bisa menyelimuti perwakilan bangsa kita di negeri orang -


Boarding Room Dubai International Airport
Aisyah : "Kenalkan ini temen2ku"


Rombongan satu pesawat tiba di Paris Airport, dari Kiri ke kanan :
Pak Asra (Deplu), Ibu Rostinah (Presdir Panghegar Group), kami,
Pak Darmawan (Kepala BKPMD Prov. NTB)


Barang2 kami yang sudah tertata rapi


Jamuan makan malam di Wisma Indonesia bersama
Pejabat dan seluruh Staf KBRI Perancis


Paris, 10 Mei 2008
Abdul Rahman Hantiar

Road to Paris, finally happened

Tulisan Road to Paris adalah cerita panjang tentang pengalaman kami sekeluarga, yang berhasil mendapat kesempatan menembus benua, menjajagi negeri orang nun jauh disana yang sebelumnya hanya sebuah rangkaian mimpi2...mimpi2 yang memotivasi kami bisa hidup dan berjuang menggapai bintang2 di langit...

...Berawal pada PPI (Pameran Produksi Indonesia) Agustus 2006, saya bertemu dengan Bp. Effendi Arizal, Dubes RI untuk Perancis dan Kepangeranan Andorra. Beliau bercerita kepada saya bahwa saat ini KBRI Perancis sedang concern untuk membantu UKM yang ingin mengembangkan jaringan pasarnya ke Perancis dan Eropa. Tanpa berpikir, saya langsung bilang sama beliau "Siap pak, saya salah satu UKM yang ingin ikut pameran disana...(Hehehe ngipi kamu - dalam hati)". Sejak saat itu, bersama istri mimpi berpameran di Perancis pun langsung dibingkai. Ya,mimpi...karena kami adalah wirausaha level bekicot, yang meskipun sudah dicambuk berulang2 tetap aja jalannya lambat, wong bekicot.

Akhir 2007, datang surat resmi dari KBRI, menyatakan bahwa kami masuk dalam UKM yang diundang untuk berpameran disana. Wah kesempatan mulai muncul, sekarang tinggal mengatur cara supaya kami bisa berangkat, mengingat biaya dan effort yang dibutuhkan tidak kecil. Tawakkal dan ihtiar adalah kunci utama. Semua pasrah diserahkan kepada ALLAH SWT setelah ihtiar sampe ubun2 dan berdoa sampai mengalir air mata. Kemudian apa yang terjadi? Maka skenario ALLAH pun yang berjalan, Alhamdulillah saya dan istri mendapatkan sponsor untuk berangkat mengikuti undangan Pameran Festival Indonesia di Paris, Perancis. Si bekicot pun mulai ancang2 lari secepat kuda...

UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA PIHAK2 YANG TELAH MEMBANTU DAN MENDUKUNG KAMI SECARA LANGSUNG SEHINGGA KAMI DAPAT MENGIKUTI PAMERAN FESTIVAL INDONESIA DI PARIS, PERANCIS

1. Yth. Bp. Lihan
2. Mbak Ernawati
3. Bp. Effendi Arizal, Dubes RI untuk Perancis
4. Bp. Des Alwi
5. Bp. Asra
6. Pak Agus Sunardi
7. Ibu Enning Rahayu
8. My brother Jihad
9. My brother Kang Sinyo
10. My brother Endik "Netro"
11. Kak Emi
12. Kak Ema
13. Kak Ria
14. My brother Thasin
15. Lutfi Labibi
16. My brother Sendy
17. Bu Erika "Annisa"
18. Shello, Mark and Heiko

Abdul Rahman Hantiar, Sankerta Batik Kayu
Waru Rafie, Sandang Takwa